Wednesday, 5 January 2011

THE EXORCISM OF EMILY ROSE


The Exorcism of Emily Rose adalah sebuah film garapan Scott Derrickson. Film ini mengambil tiga tema dalam penceritaannya. Mengenai exorcism atau pengusiran setan, mengenai pengadilan, dan mengenai nurani. Scott Derrickson mampu meramu ketiganya secara pas sehingga film ini bisa enak dinikmati oleh siapa saja (walaupun saya menganjurkan pengetahuan alkitabiah atau kekristenan yang lebih lanjut agar bisa menelaah film ini lebih lanjut). Emily Rose dalam film ini adalah karakter fiksi yang didasarkan dari kisah nyata seorang gadis Jerman bernama: Anneliese Michel.
Dikisahkan bahwa seorang pendeta Moore (Father Moore) sedang disidang dalam pengadilan atas tuduhan pembunuhan seorang gadis bernama Emily Rose. Emily Rose meninggal karena dia kerasukan iblis, demikianlah hal yang dipercaya Father Moore dan seluruh keluarganya. Tetapi dunia luar tidak berpandangan sama. Mereka menganggap bahwa sesungguhnya Emily Rose hanyalah menderita penyakit epilepsi dan ayan sehingga perlu ditangani secara medis. Pendekatan Father Moore dalam konsep religius – apalagi dengan ritual pengusiran setan – dianggap sebagai sebuah cara yang absurd dan konyol. Saran Father Moore kepada Emily untuk menghentikan pengobatan medis yang dianggap tidak menolong kian memberatkan tuduhan terhadap dirinya.

Erin Bruner adalah seorang pengacara agnostik yang ambisius. Ia melihat bahwa membela Father Moore dalam kasus ini bisa mendatangkan kemahsyuran terhadap dirinya. Karena itu ia mendekati Father Moore dan menawarkan diri menjadi pengacaranya. Father Moore setuju dengan satu syarat, yakni ia harus boleh memberikan kesaksian yang jelas dan seutuhnya mengenai apa yang sesungguhnya terjadi kepada Emily Rose. Sesungguhnya, apakah yang sebenarnya terjadi pada Emily? Apakah ia sungguh kerasukan? Ataukah ada akal bulus dari Father Moore yang sebenarnya membunuh Emily?
Saya sudah melakukan pengecekan terhadap kisah otentik dari Anneliese untuk saya bandingkan dengan Emily dalam film ini. Terdapat beberapa perbedaan dalam nama iblis yang merasuki mereka – tetapi kebanyakan detail dari cerita sama. Nuansa kelam yang dibangun sepanjang film ini membuat ritme ketegangan terus terjaga. Sesekali terjadi selingan tentang jalannya persidangan di mana penonton diberi jeda waktu untuk bernafas kembali. Sisanya, para penonton akan dipaksa mencengkeram kursi mereka erat-erat sembari mendengarkan penuturan kisah Emily Rose, maupun gangguan yang menimpa Erin dan Father Moore selama persidangan.
Semua aktor dalam film ini memainkan peranannya dengan baik. Tom Wilkinson sebagai Father Moore menghidupkan peranannya dengan sangat baik sebagai seorang pendeta yang sayang kepada Emily sekaligus terjepit karena tidak tahu bagaimana bisa menangani kasus Emily. Ethan Thomas yang diperani Campbell Scott bahkan tampil sebagai seorang Kristen yang atheis. Sebuah sindiran mengena terhadap situasi kekristenan kebanyakan orang sekarang. Akting semuanya toh tertutupi kecemerlangan Jennifer Carpenter. Gadis ini benar-benar menghilangkan image dirinya. Selama film dia terasa benar-benar sebagai Emily Rose yang kesurupan. Saya harus mengacungkan jempol saya atas aktingnya yang senantiasa membuat saya merinding sekaligus bersimpati dengan aktingnya sepanjang film.
Mengenai beberapa istilah dalam dunia kekristenan (terutama Katolik) yang dipakai dalam film ini saya melihat cukup berpijak pada realita. Kejadian pengusiran iblis atau exorcism yang menjadi puncak nyawa film ini digambarkan pula dengan sangat pas oleh Derrickson. Kisah ini memang ditutup dengan pilu, tetapi menyisakan harapan Emily Rose kepada mereka yang sekarang hidup. Walaupun saya sering mengernyitkan dahi karena muncul beberapa kejadian supranatural (no offense, I don’t believe in superstitous, apalagi miracle dan sejenisnya), saya harus mengakui kemunculannya dalam film ini tidak terasa dipaksakan.
Akhir kata, The Exorcsim of Emily Rose adalah sebuah film horror bagi mereka yang menganggapnya sebagai hiburan semata (saya dan kelima teman saya merinding menyaksikan film ini dan keluar ketakutan). Sedangkan bagi mereka yang menjalankan kehidupan kekristenan mereka dengan taat mungkin mampu melihat arti dan pesan yang disandang di balik kengerian yang tertera di layar film (karena 3 teman gereja saya merasa sangat terberkati dan hendak menonton film ini sekali lagi).

No comments:

Post a Comment